12.40.00 -
2 comments
Soempah Pemoeda, Beginilah Adanja
Soempah PemoedaKami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air IndonesiaKami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa IndonesiaKami poetra dan poetri Indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia
27 dan 28 oktober 88 tahun yang lalu terjadilah sebuah rapat
akbar atau yang disebut dengan Kongres Pemuda II oleh generasi muda dari
seluruh penjuru Indonesia. Mereka berbondong – bondong menuju jalan Kramat Raya
nomor 106 Jakarta Pusat untuk turut serta dalam kongres tersebut. Tercatat
pemuda Betawi, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Ambon sampai dari yang berada dari
luar negeri pun disempatkan untuk hadir dalam kongres. Beberapa dari yang
datang berasal dari organisasi kedaerahaan di daerahnya. Sebutlah saja Jong
Ambon, Jong Java, Jong Celebes, Jong Bataks dan Jong Sumateranen. Ada pula dari
organisasi yang berbasis di Jakarta. Organisasi – organinsasi yang turut dalam
kongres tersebut merupakan representasi dari semangat kebangkitan nasional yang
dicetuskan oleh dr. Sutomo pada tahun 1908.
Perbedaan latar belakang bukan jadi soal. Karena para pemuda
merumuskan apa saja yang harus dilakukan pemuda Indonesia dalam memperjuangkan
segala sesuatunya. Sumpah pemuda sebagai perwujudan “Satu Indonesia” sebagai
salahsatu hasil dalam kongres besar tersebut. Adalah Muhammad Yamin yang
menuliskan sumpah tersebut dalam secarik kertas, kemudian ditunjukkan kepada
Soegondo lalu bung tersebut membubuhkan parafnya dalam kertas pertanda setuju
diikuti dengan yang lain.
28 Oktober 1928 pula lagu Indonesia Raya pertama kali
diperdengarkan dimuka umum. Konon katanya, yang datang pada saat itu hanya
menyanyikan nadanya tanpa menyanyikan liriknya karena takut ditangkap oleh
pemerintah belanda. W. R. Soepratman sebagai salah satu pemuda yang hadir dalam
kongres sekaligus menggubah lagu Indonesia Raya. Karya yang fantastis, usut
punya usut Indonesia Raya punya magis tersendiri seperti God Save the Queen nya
Inggris Raya.
“Nasipkoe soedah begini. Inilah yang disoekai oleh
pemerintah Belanda. Biar saja meninggal, Indonesia pasti merdeka”. (kutipan
surat terakhir sebelum beliau meninggal)
Sumpah pemuda menjadi legendaris tatkala Muhammad Yamin
dengan briliannya menggubah 3 kalimat
sakral tersebut menjadi hasil dari kongres meskipun menurut Erond Damanik
Peniliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu – Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
kata sumpah pemuda baru disahkan pada 28 Oktober 1954 pada saat Kongres Bahasa
Indonesia kedua.
Setidaknya sumpah pemuda menjadi kebanggan generasi muda
saat pra kemerdakaan sampai orde baru lengser. Sampai orde baru? Tunggu,
bukankah generasi muda masih terus akan bermunculan? Jika boleh berandai, saya
begitu merindukan semangat generasi muda saat itu. Bukan berlebihan saya berkata
hal tersebut, Indonesia merdeka siapa lagi jika bukan generasi muda yang
memegang peranan penting dalam merebutnya.
Sebutlah saja Sukarni, lelaki yang berasal dari Blitar
dengan beraninya meyakinkan dwitunggal untuk meninggalkan ibukota dengan alasan
akan terjadi pergolakan politik (padahal hal itu sama sekali irasional). Lalu
ada Johannes leimena, pemuda ambon yang juga berperan dalam 28 Oktober 1928
begitu cemerlang, pemuda yang dikatakan paling jujur oleh Soekarno ini sampai
diganjar menjadi menteri kesehatan di era kabinet Sjahrir. Karya nyatanya
adalah puskemas yang ada hingga sekarang. Mari kita bertolak jauh sebelum
kemerdakaan tercapai, saat Ahmad yani, Nasution dkk masih berlatih dibawah
komando PETA atau bahkan KNIL. Orang – orang seperti Sjahrir dan Mister Amir
sudah melakukan pergerakan underground untuk mengumpulkan massa
untuk bergerak secara diplomatis sebelum pada akhirnya ditangkap.
Yang lebih takjub generasi PKI pasca Musso, sebutlah Aidit,
Nyoto, Lukman dan Sudisman mereka berhasil membawa partai yang dicap terlarang
tersebut mencapai era gemilang. Saya cuman bisa geleng – geleng kepala dikala
membaca artikel singkat di instagram yang menunjukkan 4 orang muda tersebut
tidak satupun yang berumur lebih dari 30 tahun. Betapa hebatnya, saya yang
sekarang menginjak umur ke 23 masih ruwet
dengan skripsi. Tapi sudahlah mereka juga dianggap setan pengganggu
sejarah.
Beralih ke era sekarang, mari kita bercermin diri, sudahkah
kita mengobarkan semangat sumpah pemuda pada diri masing – masing? Di tengah
hegemoni kealayan yang kian menjamur.
Teknologi yang diharapkan membantu memudahkan dalam berinteraksi justru malah
menjadi majikan yang memperbudak kita. Jika kita membaca sejarah kejayaan
generasi muda sudah selayaknya kita malu atas apa yang sudah kita perbuat.
Semua orang jelas tidak pernah bisa lari dari kontroversi, selalu saja ada sisi
gelap yang mengikuti mereka, namun lain halnya dengan yang terdahulu
kontroversi mereka sungguh layak untuk diingat dan diingat.
Bermodalkan sosial media hits
kita bisa terkenal dalam hitungan jam saja, tinggal foto dengan smartphone,
filter sana – sini, lalu upload beres urusan. Pengakuan dan apresiasi secara
nyata tidak lebih besar dari pengharapan like
dan share (saya pun juga begitu tidak
bisa dipungkiri). Youtube, web
terdepan saat ini yang digadang – gadang bisa menandingi kekuatan magis dari
televisi memiliki segudang konten positif dari para pencipta konten yang tak
terbendung idenya, namun sayangnya di negeri tercinta ini generasi muda malah
lebih tertarik pada konten sepele yang
judulnya menggelegar isinya kosong atau artis kemaren sore yang penuh dengan kontroversi jahanam. Sebutlah saja Yanglek dan Auasin dengan kata – kata magisnya berbunyi
“Kalian semua suci, aku penuh dosa”
Sejujurnya, bagi saya yang pantas mengatakan hal itu adalah
saudara Aidit teman – teman sekalian.
Wahai generasi pemuda Indonesia, negara kita sedang dalam
krisis identitas. Ideologi yang kian terkikis oleh masyarakatnya sendiri yang
gampang dihasut oleh orang – orang liar dibalik kedok agama/keyakinan yang bagi
mereka tidak sesuai. Pembredelan diskusi sana – sini yang dianggap aparat
mengancam ideologi padahal hanya tanya jawab tentang sejarah yang sengaja
dibolak – balik agar terkesan karismatik dan penuh perjuangan. Belum lagi
masalah perut para tikus berdasi yang tak kunjung kenyang makan uang dari rakyat.
Sekali lagi saya tegasken, Indonesia butuh anda ! para pemuda
!
2 komentar:
revolusipendidikan
Tulisannya bagus kak.. sesungguhnya yanglek kalau ada pada jaman dahulu namanya pasti jong lex
Posting Komentar